Jumat, 11 Januari 2013

BERSABARLAH CINTA

By: Umi Fadilah  Mahasiswi FKIP Biologi Universitas Jember


BERSABARLAH CINTA
Kala itu saat senja datang menyelimuti, pemandangan senyum Madinah masih hambar . Kedua pipinya masih basah kuyup, sedang dia terus saja berdiam diri duduk dibangku panjang itu. Semua sudut kota berceramah tentang sepi, hening tanpa keramaian dikala hatinya masih terkurung haru. Rindu yang begitu membuncah kepada bapak dan ibunya di kampung membuatnya tak berhenti meniti kesedihan.  Dia merindukan semuanya, segalanya dan apapun itu besar ataupun kecil kenangan bersama orang taunya ,yang jelas dia sedang rindu.
Kota yang begitu indah dengan semburat senja yang menghiasinya belum cukup membuat Madinah puas dan merelakan rasa rindunya pergi jauh. Madinah cukup cengeng diusianya sekarang ini. 23 tahun bukan umur yang mustahil untuk menjadi dewasa. Apalagi dengan pekerjaan sekarang. Namun,sekali lagi Madinah tetaplah seorang anak yang masih mempunyai orang tua yang utuh, tentu tidak berlebihan jika dia seperti sekarag ini. Menangisi tumpukan rindu yang mengharu.
                Memang, menjadi dewasa jauh lebih sulit . Belum lagi ketika kita di tuntut untuk hidup ditengah manusia dewasa yang egois. Tentu tidak nyaman sekali. Madinah sudah merasakannya. Dua tahun mengabdi disebuah sekolah dengan lingkungan pecemburu sosial , penuh keangkuhan dan kemunafikan membuatnya kebal. Dan kekebalan ini, telah membuatnya menjadi orang yang terlalu sabar atau kadang kala menjadikannya manusia tertindas. Ahhh............ sudahlah sepanjang apa saya bercerita yang ada Madinah tidak akan menyesal. Suatu saat nanti setelah dia menyelesaikan S2 ini, saya pasti akan kembali pada tempat pengabdian itu, tanpa mempedulikan bualan di sekelilingnya.  Madinah merasa punya tanggung jawab atas murid-muridnya yang memiliki semangat besar untuk maju. Mereka menunggu kedatangan Madinah.
                Bandung, untuk kedua kalinya Madinah terdampar dikota orang. Setelah sebelumnya dia mendampar di kota banyuwangi. ITB, sebuah institut yang sudah lama dia incar. Lama sudah penantian itu dan barulah tercapai saat ini ,ketika semuanya datang diluar dugaan. Rezkinya berlinang seperti air hujan. Pencapaian ini tak menguras sedikitpun ongkos, hanya berbekal restu Madinah berangkat menjemput cita-citanya.  Keberangkatannya ini bertaruh rindu. Rindu pada semuanya. Kampung halaman yang damai, bapak dan ibu tercinta, adik-adiknya yang lucu serta menggemaskan, murid-muridnya dan dia sisakan sedikit rindunya untuk dia. Dia seorang ahwan yang mampu menggetarkan hati Madinah untuk pertama kalinya. Dia menyentuh hati Madinah dengan sentuhan yang berbeda. Bukan dengan bualan atau dengan syair-syair yang menggugah, dia hampir tak melakukan apa – apa kecuali hanya mencerca,menghina dan memerintahkan Madinah. Bahasanya yang kasar dan nada bicaranya yang tinggi diterjemahkan menjadi gerak-gerik yang indah menurut Madinah. Beginilah pekataan hati seorang muslimah seperti Madinah. Madinah hanya bisa merasa dan takkan sudi mengumbar. Mencintai seorang musuh besar adalah hal yang Madinah nikmati sekarang. Rofiul Habib, nama laki-laki itu.
                Astahgfirullahal adzim. Sebagai seorang muslimah Madinah tau betul mana yang halal dan mana yang haram baginya. Laki-laki itu haram baginya untuk saat ini. Maka Madinah tak punya banyak alasan untuk terus membiarkan otaknya mengingat segala gerak-geriknya. Cukuplah, hati Madinah terjaga karena izin-NYA. Sekarang Madinah sudah kembali didunianya, saat gelap tengah merajai langit. Gemerlap lampu yang menyala ,menyadarkan aku pada kondisi alam yang telah beubah. Malam menjelang,saatnya terbenam dalam dzikir panjang.
                Subhanallah wal hamdulillah. Madinah mengusap pipinya dan beranjak meninggalkan semuanya. Pergulatan malam telah dimulai, saatnya mencari mustajabbah do’a.
@@@@@@@@@@@@@
Mentari sudah melambung saat Madinah sedang menikmati sepotong roti panggang dan secangkir kopi buatan sendiri. Seperti suasana di pagi sebelumnya, persis seperti ini hawa dingin masih merasuk. Semua pintu kos sekitar kamar. Madinah  belum terbuka. Barang kali, penghuninya masih sibuk berselimut memeluk lutut.
 “ Tringggggggggg...”. Hand phone Madinah berdering . Sebuah SMS masuk.
                “Nak, kamu kuliah?”( Pengirim : ibu 18 maret 2011 . 06:00. 0877527XXXXX)
Spontan senyum Madinah mengembang sementara jarinya masih sibuk menekan keypad hand phone yang ada digenggamannya.
                                “ Tidak. Bu, Kangen .”(Terkirim: ibu 18 maret 2011.06:03. 0877527XXXXX).  
                                  Selang beberapa menit, hand phone Madinah berdering lagi. Sebuah panggilan masuk, dari orang yang sama. Madinah menerima telefon itu dengan hati berbunga. Alhamdulillah rasa rindunya tumpah sudah.
20 menit percakapan itu berlangsung. Ada beberapa kalimat yang masih membekas di otak Madinah. Rindu itu sudah tertumpah, namun digantikan perkara lain yang membuat perasaan Madinah campur aduk. Ada beberapa perkataan ibunya yang mampu menohok sampai tak berkutik. Ibunya mengatakan telah datang sebuah lamaran pada Madinah. Ada seorang ahwan yang meminta Madinah menjadi pendamping hidupnya. Sungguh antara kaget,sedih, bingung,dan senang hingga Madinah lupa tak menanyakan namanya. Entahlah, yang jelas laki-laki itu sudah datang dua hari yang lalu menemui kedua orang tua Madinah. Hufh... Madinah menghela nafas panjang ,mencoba menata hati dan fikiran yang semakin berkecambuk. Madinah masih belum sanggup membayangkan bahwa sebentar lagi akan berpisah dengan orang tua dan mengabdi pada suami. Sosok calon suami yang lupa dia tanyakan identitasnya.
“ Bu. Siapakah nama laki-laki yang telah melamar saya?”(Terkirim: ibu 18 maret 2011. 07:03. 0877527XXXXX).
“ Rofiul Habib” .( Pengirim : ibu 18 maret 2011 . 07:05. 0877527XXXXX).
Rofiul Habib. Sebuah nama yang mampu membuat Madinah terkejut. Nama itu sama persis dengan nama orang yang dia kagumi sekaligus musuh nya. Perasaan Madinah makin gusar. Sebagian otaknya mulai membayangkan pemilik nama itu adalah orang yang senantiasa membuat hatinya bergetar dengan makian dan sikap sinisnya pada Madinah. Bayangan ini makin membuat Madinah gusar, antara mungkin atau tidak munkin. Madinah belum punya cukup bukti untuk menuduh ataupun menyangkal bahwa laki-laki itu adalah orang yang ada dalam dugaan otaknya. Cara satu-satunya adalah memastikan langsung, datang pada suatu acara yang di persiapkan orang tua mereka satu minggu nanti supaya mereka saling mengenal.  Sebuah cara yang tidak sulit untuk seseorang tanpa kesibukan dan tanggung jawab apapun. Namun ,untuk Madinah inilah cara sulit yang pernah ada. Rasa ingin tahunya dibatasi oleh segala macam kesibukan.
Selama hati Madinah masih gusar, mendekat pada-NYA adalah keputusan yang bijak. Dalam sujud Dhuha air mata Madinah berlinang. Aliran nafas kian berat. Dadanya bergemuruh dan sesak. Sementara bibirnya terus saja bergetar memohon petunjuk Ilahi Robbi.
Bersamaan dengan bacaan surat An-nuur Madinah memutuskan untuk menerima pinangan laki-laki itu meski belum bertemu dengannya. Madinah percaya dengan janji Allah. “wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula) dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik. Amin. Maka tidak ada alasan untuk meragukan janji-NYA dan perasaan hati Madinah kian mantap, kukuh terbangun dengan lafadz-lafadz kitab suci yang mengalir menjelang petang ini.
@@@@@@@@@@@@@
Malam ini datang membawa suasana yang membahagiakan. Diiringi dengan nyanyian qosidah yang bersahut-sahutan, membuat malam ramai dengan kemeriahan. Orang-orang memakai baju indah-indah berlalu lalang memenuhi tempat ini. Semuanya tertawa kegirangan beberapa lagi sedang sibuk menyantap bermacam hidangan di atas meja. Nasi , buah, minuman serta makanan ringan disediakan dalam jumlah melimpah di setiap meja tempat ini. Lampu-lampu dengan watt besar sengaja dinyalakan pada setiap sudut tempat ini. Cahayanya yang terang hampir menyerupai  siang.
                Semua orang leluasa berlalu lalang kesana kemari dan saling berjabat tangan. Teman-teman Madinah membawakan kodo untuknya. Menghampiri Madinah dan menjabat tangannya. Mereka semua menghampiri Madinah. Mengucapkan selamat dan do’a-doa. Sementara Madinah tetap saja di tempat ini,duduk di singgasana mewah dengan bunga-bunga indah sebagai hiasan. Memakai gaun merah muda yang cerah. Mengumbar senyum kesana kemari. Duduk di sofa merah, dengan seorang pangeran disisinya. Malam ini Madinah ratunya.
                Yah, ini pesta sang raja dan ratu. Sebuah pesta pernikahan yang sudah menjadi impian sejak satu setengah tahun lalu. Laki –laki yang duduk bersanding dengan Madinah ini adalah suaminya. Dialah orang pertama yang datang melamar Madinah. Dialah orang yang selama empat tahun lalu Madinah sukai sampai sekarang dan selamanya. Dia orang yang selalu menghina, mencerca dan memaki Madinah. Sebanyak apa kebaikan atau keburukan yang pernah diberikan kepada Madinah, yang jelas Rofiul Habib sekarang halal bagi Madinah.
                Lelah, setelah satu hari penuh menemui tamu yang datang tiada henti. Tepat pukul 23.00, semua sound system di matikan. Orang-orang yang berlalu lalang semakin berkurang, hanya keluarga dekat yang masih terlihat bercengkramah. Lampu-lampu yang ada mulai dikurangi watt nya. Cahayanya tidak seterang tadi. Suasana sepi sedikit menyelinap disela-sela malam. Sementara sang pengantin sudah menuju kamar..
                Sebagai seorang istri, didalam ruangan ini Madinah tengah sibuk berdandan . Dia mengurai rambut panjangnya, memakai baju ketat dan pendek diatas lutut hamper mirip  dengan baju artis ibu kota. Parfum yang menyengat juga dipakai. Merias wajah dan merubah semua penampilannya untuk kebahagiaan suami nya yang masih didalam kamar mandi.
Habib sudah berada didalam kamar itu,berdua saja dengan Madinah. Habibi memandangi madinah sekilas,selebihnya kembali memperolok dengan gaya bahasa yang tidak berubah. Habib terus saja merendahkan Madinah, Bahkan sempat berkata
“ Madinah , dengarkan aku. Kamu jangan pernah bermimpi bisa melakukan sunnah Rosul dengan ku. Karena aku tidak mencintaimu. Aku menikahimu hanya  untuk mempertahankan harga diri ku. Tidak lebih.“
Ces. Setetes air menjatuhi hati Madinah. Dia terkejut mendengar perkataan suaminya. Madinah tak tau harus berbuat apa lagi. Seorang laki-laki yang sudah  dia percaya akan menjadi suami yang sholeh, ternyata tak lebih dari pecundang yang menikahinya hanya karena harga diri. Sungguh, teramat sakit hati Madinah kini. Tak terbayang sudah kehidupan seperti apa yang akan  Madinah lalui selanjutnya. Dia takut tak bahagia.
Suaminya masih tertawa melihat Madinah. Sementara Madinah sekuat tenaga berusaha menyembunyikan kesediahan ini di hadapan suaminya. Madinah menarik selimut dan menutupi auratnya kembali. Kali ini Madinah mengikuti permainan suaminya. Dalam hati, Madinah  berharap suatu saat nanti bisa meluluhkan hati suaminya. Insyaallah.
Suasana malam ini begitu hambar dan terulang di malam-malam selanjutnya. Merka sepakat tidur satu ranjang tapi tidak saling menyentuh. Hufh........ Madinah menghela nafas panjang, saat suatu kali dia bosan dengan sandiwara ini. Lebih-lebih ketika Madinah mulai ketakutan akan dosa yang mungkin datang di tengah rumah tangga yang palsu ini.
@@@@@@@@@@@@@
                Pernikahan itu berjalan dengan hambar. Habib tak kunjung memperlakukan Madinah selayaknya istri. Rumah tangga itu lebih banyak bungkam, kalau pun ada interaksi itupun hanya memperolok dan terus menghina Madinah. Madinah dipandang sangat rendah didalam rumah tangganya sendiri. Tugas Madinah hanya melayani kebutuhan suaminya seperti layaknya pembantu. Menyiapkan ini dan itu,melakukan semua yang diperintahkan suaminya, tidak ada hentinya.
                Habib membuat peraturan seenaknya. Madinah dipaksa menyetujui peraturannya ,tanpa memberikan kesempatan pada Madinah untuk membela diri. Untuk kesekian kalinya, Madinah tidak berkutik. Madinah ikhlas menerima.
                Habib memang licik. Dia mempermainkan hati Madinah sedemikian rupa hingga Madinah tak berdaya. Demi pemahaman anda, sengaja saya putar kembali memori otak saya pada kejadian malam itu. Kejadian saat Habib tanpa sadar tengah mengakui kecantikan Madinah. Memang,saat itu Madinah terlihat begitu cantik dengan baju merah muda pilihan Habib. Wajah Madinah terlihat semakin ayu tatkala goresan-goresan tata rias dari salon terkenal menyapu lekuk wajahnya. Cantik sekali,hingga mampu membuat Habib larut dalam pesona. Madinah wajahnya merona. Pesona ayunya kian memancar. Sementara habib masih terpanah dengan keelokan wajah istrinya. Habib mengerakkan jemarinya disekitar pipi istrinya itu. Sejenak Madinah diam tak berkutik menikmati kemesraan itu sebelum menepiskan jemari suaminya. Habib tersadar dan salah tingkah, mungkin malu. Demi menutupi rasa malunya,Habib segera menggandeng Madinah dengan paksa membawanya pergi ke acara undangan makan malam.
                Di acara yang serba mewah ini,membuat madinah tidak nyaman. Madinah merasa terkucil dan tersingkirkan dari kepungan orang-orang glamor yang ada disekelilingnya. Meski Habib sudah membelikannya baju mewah,merias wajahnya,sampai memujinya dengan kata-kata yang lembut, Madinah tetap blingsitan. Madinah tidak terbiasa dengan suasana ini.
                                                @@@@@@@@@@@@@
                Suasana hari ini begitu kalut. Awan-awan hitam berarak disepanjang sudut jagat. Semuanya berubah secepat kedipan mata. Manusia berteriak dalam duka. Mengalir begitu saja mengantarkan peristirahatan sesamanya. Bendera kuning sudah dipasang dimana-mana. Keranda sudah menghadang di depan rumah Madinah.
 Diruang tengah, keluarga Madinah menyanyikan musik kematian. Nadanya lirih dan menyakitkan. Orang-orang menangisi jasad ayu yang membujur itu. Membujur kaku sejak malam tadi. Madinah perempuan lembut itu telah berpulang. Berpulang menuju peristirahatan yang sebenarnya, meninggalkan keluarga , harta benda dan seorang suami yang dia nikahi tiga bulan lalu.
“ Innalillahi wa inna illahi roji’un”
Kematian Madinah membuat orang-orang bertanya-tanya. Bahkan ada yang menuduh Madinah telah di bunuh oleh  Habib, suami Madinah sendiri. Tuduhan itu dilontarkan berkali-kali sebelum hasil otopsi di umumkan. Yah, Dokter spesialis jantung memvonis kematian Madinah karena serangan jantung. Hasil otopsi ini berhasil menghentikan fitnah yang menuduh Habib dan segenap keluarga Madinah sudah bisa menerima kepergian Madinah dengan ikhlas.
Habib terlihat kuyu sekarang. Matanya terus saja meneteskan air mata. Tangannya mengusap wajah istrinya dan mengecup kening istrinya berkali-kali. Habib terpukul sekarang. Hatinya hancur karena penyesalan. Menyesal karena sudah mensia-siakan istri yang sholihah itu. Menyesal karena baru tersadar akan besarnya kasih sayang Madinah. Yah, Habib baru tersadar semenjak kemarin malam. Suatu malam yang menjadi puncak pernikahan yang sesungguhnya. Ketika Habib menjalankan sebagai suami sementara Madinah menjalankan tugasnya sebagai istri. Sebuah pegakuan cinta sudah terlontar kemarin malam. Habib dengan segenap hati dan perasaanya mengaku kalah pada istrinya itu. Rasa cinta yang tertutup gengsi telah terbuka. Madinah menang. Perempuan itu berhasil menahlukan hati suaminya, Rofiul Habib benar-benar menemukan cintanya sekarang.
Pergilah sayang menjemput apa yang ka ingini
Cintailah aku dalam jauhmu
Tetaplah jadi permaisuriku di surga nanti......

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar