Minggu, 08 Juni 2014

DAYA TAHAN NYAMUK ( untuk referensi aja ye...jangan dicopas mutlak ye :)



logo-unej.jpg
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN
DAYA TAHAN NYAMUK










Oleh :
NAMA  : UMI FADILAH
NIM       : 110210103034
KELAS : A









PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
 UNIVERSITAS JEMBER
2013


I.     JUDUL     : Daya Tahan Nyamuk
II.  TUJUAN     :Mengetahui Daya Tahan Nyamuk Terhadap berbagai macam insectisida
            III.   DASAR TEORI
            Ada lebih dari 2500 spesies nyamuk yang berbeda di seluruh dunia, Masing-masing spesies memiliki nama ilmiah yang latin, seperti Culex Tarsalis, Aedes Aegypti dll. Nama-nama ini digunakan dalam cara deskriptif sehingga nama tersebut mewakili nyamuk tertentu. Beberapa spesies memiliki apa yang disebut "nama umum" serta nama-nama ilmiah, seperti Anopheles freeborni sebagai "nyamuk malaria Barat". Nyamuk merupakan spesies dari arthropoda yang berperan sebagai vector penyakit arthropod-born viral disease. Contoh spesies nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit arthropod-born viral disease adalah Culex sp. (Culex sp.) (Gubler,1997).
            Semua nyamuk harus memiliki air yang untuk melengkapi siklus hidup mereka. Nyamuk dapat hidup hampir di segala jenis air, dari air es yang mencair sampai air buangan yang kotor. Jenis air dapat mengidentifikasikan jenis jentik nyamuk yang hidup didalamnya. Juga, nyamuk-nyamuk dewasa menunjukkan preferensi yang sangat berbeda untuk jenis sumber yang bertelur. Mereka bertelur secara berkala akan terus menerus di lubang air, kolam, air pasang, rawa-rawa, pembuangan limbah, tambak, irigasi padang rumput, kolam air hujan, dan lain-lain karena itu Setiap spesies memiliki persyaratan lingkungan yang unik untuk pemeliharaan siklus (Gubler,1997).
     Pengendalian nyamuk yang paling banyak dilakukan adalah pengendalian kimiawi menggunakan insektisida sintetis. Alasan pemilihan pengendalian tersebut adalah karena hasilnya dapat dilihat secara cepat dan langsung, sementara pengendalian nyamuk lainnya memerlukan waktu yang lama dalam melihat hasilnya. Tetapi pengendalian kimiawi menggunakan insektisida sintetis ternyata menimbulkan efek samping yang merugikan, seperti nyamuk menjadi resisten, terjadinya keracunan pada manusia dan hewan ternak, terjadinya kontaminasi terhadap kebun sayuran dan buah, serta polusi lingkungan (North Dakota State University, 1991).
            Beberapa Upaya Pengendalian Nyamuk adalah dengan cara sebagai berikut:
1. Pengendalian Fisik
Pengendalian fisik dilakukan dengan cara memakai pakaian yang dapat melindungi diri dari gigitan nyamuk, memasang jaring penghalang sehingga nyamuk tidak dapat masuk, dan menata rumah beserta lingkungan sekitar sehingga tidak dapat dijadikan sebagai tempat berlindung dan berkembangbiak bagi nyamuk (Ishar, 2005)
            Menurut Upik Kesumawati Hadi dan Susi Soviana (2000),upaya-upaya pengendalian nyamuk secara fisik adalah sebagai berikut:
a) Modifikasi Lingkungan
Modifikasi lingkungan yaitu mengubah fisik lingkungan secara permanen yang bertujuan menghilangkan atau mengurangi tempat perindukan nyamuk. Contoh dari modifikasi lingkungan adalah kegiatan 3M (menguras, mengubur dan menutup) (Hadi,2000).
b) Modifikasi Perilaku Manusia
     Modifikasi perilaku manusia adalah usaha merubah perilaku sehari-hari sehingga tidak menguntungkan bagi nyamuk, seperti mengurangi tidur siang pada waktu musim penghujan untuk mengurangi frekuensi kontak dengan nyamuk(Hadi,2000).
2. Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati dilakukan dengan cara menyebarkan predator dan patogen nyamuk di daerah endemis. Predator pemakan larva yang dapat digunakan untuk mengendalikan nyamuk adalah ikan Poecilia reticulata, Gambussia affinis, ikan mas, ikan lele dan larva nyamuk Toxorrhynchites. Pengendalian vektor menggunakan patogen contohnya adalah pemanfaatan bakteri Bacillus thuringiensis. Bacillus thuringiensis toksik terhadap larva nyamuk dan hasilnya sangat efektif serta tidak menimbulkan kerugian pada manusia maupun hewan. Bacillus thuringiensis memproduksi toksin yang menghancurkan sel-sel epitel inang sehingga inang mati (Zulhasril. 2000).
3. Pengendalian Kimiawi
a.    Insektisida Sintetik
Insektisida sintetik yang digunakan dalam pengendalian nyamuk adalah paration, malation dan diklorvos (Ishar, 2005).
b.     Insektisida Nabati
Insektisida nabati adalah insektisida yang berasal dari tanaman. Tanaman sumber insektisida nabati yang telah digunakan antara lain bunga Crhysantemum cinerariafolium, yang mengandung senyawa piretroid. Piretroid telah digunakan untuk membunuh serangga sejak tahun 1800-an (Ishar, 2005)
c.    Insektisida anorganik
Insektisida anorganik adalah insektisida yang berasal dari bahan-bahan anorganik. Insektisida anorganik yang telah digunakan adalah minyak bumi, HCN, kapur belerang dan minyak terpenting (Ishar, 2005)
4. Pengendalian Genetik
            Pengendalian genetik dilakukan dengan cara mensterilkan nyamuk jantan kemudian melepasnya ke alam. Nyamuk betina hanya kawin sekali, oleh karena itu nyamuk betina yang kawin dengan nyamuk jantan steril tidak akan menghasilkan keturunan (Hadi, 2000).
                        Pestisida adalah zat kimia yang di gunakan untuk membasmi organisme yang tidak digunakan atau tidak dikehendaki keberadaannya, termasuk pembasmi serangga (insektisida), pembasmi rumput liar (herbisida), pembasmi jamur, dan pembasmi  binatang penggerat (rodentisida) (Gandahusada, 1998).
                 Kebanyakan insektisida larut dalam lemak sehingga dapat diabsorbsi melalui eksoskeleton berkitin pada serangga. Beberapa insektisida memerlukan aktivasi metabolik sebelum serangga tersebut dapat memperlihatkan efek tosiknya. Serangga memiliki enzim monooksiginase yang hampir sama dengan  yang didapatkan  pada hepar mamalia (Gandahusada, 1998).
            Toksisitas insektisida pada suatu spesies dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kadar senyawa kimia insektisida tersebut pada tubuh spesies sasaran. Semakin kecil ukuran tubuh suatu spesies, maka kadar senyawa kimia insektisida pada tubuh spesies tersebut akan semakin tinggi, yang akan menyebabkan semakin meningkatnya toksisitas dari insektisida tersebut (Hadi, 2000).
            Salah satu produk pestisida rumah tangga adalah antinyamuk. Berdasarkan jenis penggunaanya, produk antinyamuk yang beredar di pasaran terdiri dari anti nyamuk bakar, semprot, oles dan elektrik. Kendati berbeda secara ujud dan cara penggunaanya, produk antinyamuk ini hampir memiliki kesamaan dalam hal kandungan bahan kimianya. Menurut WHO dan Lembaga Perlindungan Lingkungan di Amerika, bahan kimia dalam anti nyamuk termasuk memiliki daya racun yang dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan manusia(Lee,1990).
Hasil Temuan Produk di Lapangan/Pasar
Sasaran
Merek Produk
Bahan Kimia
Nyamuk
Cow Brand
D-allethrin 0,3w/w
Domestos Nomos
D-alletrhin 0,30%
Tiga Roda
Metofletrin 0,005%
Autan
Deet 12,5%
Soffel
Diethyltoluamide 13%
Baygon
Transflutrin 0,028%, D-alletrin 0,1%
Top Super Jumbo
D-Transallethrin 0,25%
Garuda Supra Jumbo
D-allethrin 0,001%, Metofletrin 0,075%
Vape
Metofletrin 0,0015%
Semut dan Kecoa
Kapur Bagus
Deltrametrin 0,6%
Hit
Propoksur 0,25%
Miraculous Insecticida Chalk
Tidak ada
Kutu ayam
Obat Gurem
Tidak ada
Tikus dan celeng
Racun Tikus dan Obat Celeng
Tidak ada
(Lee,1990).
Salah satu faktor yang mempengaruhi laju perkembangan resistensi adalah tingkat tekanan seleksi yang diterima oleh suatu populasi serangga. Pada kondisi yang sama, suatu populasi yang menerima tekanan yang lebih keras akan berkembang menjadi populasi yang resisten dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan populasi hama yang menerima tekanan seleksi yang lemah(Lee,1990).
Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya resistensi meliputi faktor genetik, biologi dan operasional. Faktor genetik antara lain meliputi frekuensi, jumlah dan dominansi alel resisten. Faktor biologi-ekologi meliputi perilaku hama, jumlah generasi per tahun, keperidian, mobilitas dan migrasi. Faktor operasional meliputi jenis dan sifat insektisida yang digunakan, jenis-jenis insektisida yag digunakan sebelumnya, persistensi, jumlah aplikasi dan stadium sasaran, dosis, frekuensi dan cara aplikasi, bentuk formulasi ,dan yang lain. Faktor genetik dan biologi-ekologi lebih sulit dikelola dibandingkan faktor operasional. Faktor genetik dan biologi merupakan sifat asli serangga sehingga di luar pengendalian kita. Dengan mempelajari sifat-sifat tersebut dapat dihitung risiko munculnya populasi resisten suatu jenis serangga (Lee,1990).
Mekanisme resistensi suatu serangga terhadap insektisida dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
  1. Peningkatan detoksifikasi (menjadi tidak beracun) insektisida oleh karena bekerjanya ensim-ensim tertentu seperti ensim dehidroklorinase (terhadap DDT), ensim mikrosomal oksidase (terhadap karbamat, OP, piretroid), glutation transferase (terhadap OP), hidrolase dan esterase (terhadap OP).
  2. Penurunan kepekaan tempat sasaran insektisida pada tubuh serangga seperti asetilkolinesterase (terhadap OP dan karbamat), sistem syaraf (Kdr) seperti terhadap DDT dan piretroid.
  3. Penurunan laju penetrasi insektisida melalui kulit atau integumentum seperti yang terjadi pada ketahanan terhadap kebanyakan insektisida(Baskoro,2006).
Ketahanan serangga terhadap suatu jenis atau beberapa jenis insektisida disebabkan oleh lebih dari satu penyebab dan mekanisme ketahanan. Ada beberapa jenis serangga yang cepat membentuk populasi yang resisten tetapi ada yang lambat, ada juga jenis-jenis insektisida yang cepat menimbulkan reaksi ketahanan dari banyak jenis serangga. Mekanisme resistensi penyakit terhadap fungisida dan resistensi gulma terhadap herbisida pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan mekanisme resistensi hama terhadap insektisida (Baskoro,2006).

Jenis – Jenis dan Mekanisme Kerja Insektisida

a.      Fenitrotion 40 WP
Pestisida ini termasuk dalam golongan Organofosfat. Diseut juga sebagai Sumitron atau Folition. Bersifat sedikit menguap. Oleh karena itu, dalam penggunaannya dilakukan dengan penyemprotan residu pada dinding rumah. Toksisitas oral terhadap mamalia lebih tinggi daripada DDT, tetapi mempunyai daya residu lebih pendek, yaitu kurang lebih 2 bulan.
Di Indonesia, pestisida ini digunakan untuk pengendalian vector malaria (Anopheles sp.), bersifat tidak persisten terutama di lokasi dengan masalah malaria di pulau Sumatera, Jawa dan Bali, kecuali pada sebagian kabupaten Purworejo (Jawa Tengah), Pangandaran (Jawa Barat) dan sebagian Pantai Selatan Malang (Jawa Timur) (Zulhasril. 2000)
b.      Temefos
Pestisida ini tergolong dalam Organofosfat, terutama digunakan untuk pengendalian larva Aedes aegypti pada tempat-tempat penampungan air, karena larvasida ini tidak toksik terhadap mamalia termasuk manusia, tetapi mempunyai toksisitas tinggi terhadap larva nyamuk. Larvasida ini dikenal dengan nama dagang Abate 1%, berbentuk granula, mempunyai daya residu lebih kurang 1 bulan bila digunakan dalam tempat-tempat penampungan air (Zulhasri,2000).



c.       Malation
Malation termasuk golongan organofosfat, berupa larutan berwarna tengguli, baunya sangat tidak menyenangkan, lambat larut dalam air, mudah larut dalam pelarut lainnya. Merupakan salah satu insektisida yang paling banyak digunakan dalam memberantas nyamuk dewasa. Insektisida ini sangat toksik untuk nyamuk, lalat, lipang, pinjal, dan lain-lain, serta tidak membahayakan manusia dan binatang. Sering digunakan untuk megganti insektisida golongan chlorinated hydrocarbon misalnya DDT yang telah mengalami resistensi. Ketika Semarang dinyatakan sebagai daerah wabah DHF, pemerintah telah menggunakan malation dari kapal terbang dalam upaya pengendalian vektor DHF (Zulhasri,2000).
d.      Baygon
Baygon termasuk dalam golongan karbamat yang bersifat sdikit berbau, sangat efektif sebagai insektisida yang digunakan untuk residual spray, karena mempunyai daya residu yang tahan 5 bulan. Kurang toksik terhadap manusia dan binatang. Baygon disebut juga propoksur atau aprokarb. Dapat digunakan untuk memberantas lipas, lalat, nyamuk, laba-laba dan sand flies. Baygon banyak dijual di kedai atau di took dalam bentuk spray  atau aerosol yang dicampur dengan diklorvos. Sebagai repellent sangat pekauntuk pengendalian nyamuk rumah (Cx. Quinquefasciatus) (Zulhasri,2000).
e.       Dieldrin
Insektisida ini sering digunakan sebaga residual spray bersama dengan DDT dan BHC untuk memberantas nyamuk malaria. Mempunyai sifat lebih toksik daripada DDT, tetapi berdaya resodi lebih pendek daripdaDDT (1 – 3 bulan). Dalam menggunakan dieldrin, jika kurang hati-hati dapat mengakibatkan terjadinya absorbs melalui kulit. Dieldrin termasuk kelompok insektisida yang disebut seri klorden bersama-sama dengan klordena aldrin, endrin, heptaklor dan toksafen. Dieldrin digunakan untuk pemberantasan serangga yang telah resisten terhadap DDT, yaitu lalat, nyamuk, semut dan juga Triatoma. Ketika An.sundaicus  pada tahun 1954 dinyatakan resisten terhadap DDT, pemerintah pernah menggantinya dengan dieldrin untuk pengendalian An.sundaicus(Zulhasri,2000).
f.       Piretrum
Insektisida ini berasal dari kepala bunga serunai (Chrysanthemum sp.). piretrum mempunyai daya bunuh serangga yang besar, bersifat neurotoksik dan menyebabkan terjadinya paralisis pada serangga. Larut dalam minyak dan mudah dicampur dalam bentuk serbuk. Tidak toksik untuk mamalia tetapi dapat menyebabkan iritasi pada bronkus yang berakibat sesak napas. Dipakai dalam obat nyamuk dengan konsentrasi rendah seingga berkerja sebagai repellan (Ratna 2007).
g.      Klorfirifos
Insektisida yang termasuk ke dalam golongan Organofosfatini mempunyai toksisitas rendah bagi mamalia dan serangga yang bukan target, tetapi potensial bila digunakan untuk pengendalian beberapa serangga lainnya terutama vector DHF dan larva nyamuk yang mempunyai habitat pada air yang sangat terpolusi, juga dapat digunakan untuk pengendaian lipas(Ratna ,2007). 



h.      Bendiocarp
Tergolong insektisida golongan Karbamat, mempunyai efek bunuh yang cepat terhadap serangga, efikasi residunya baik, digunakan terutama untuk pengendalian vector malaria dan vektor penyakit Chagas, juga dapat digunakan untuk pengendalian serangga lain seperti lalat, pinjal, sengkent, lipas dan kutu busuk(Ratna,2007). 


i.        Permetrin
Merupakan insektisida golongan piretroid sintetik, bersifat foto stabil dan neuron-poison terhadap serangga, tidak toksik bagi organisme lain termasuk mamalia, menyebabkan iritasi ringan pada kulit, larut dalam air dan bersifat sebagai racun perut atau racun kontak, daya residu insektisida ini sama dengan DDT yaitu lebih kurang 6 bulan. Selain digunakan untuk pengendalian nyamuk Aedes sp. Culex sp. Dan Anopheles sp., juga dapat digunakan untuk pengendalian lalat (M. domestica) atau lipas (Periplaneta Americana dan Blatta orientalis) (Ratna,2007).
j.        Lamda Sihalotrin
Insektisida ini juga termasuk golongan piretroid sintetik, mempunyai sifat hampir sama dengan permetrin yaitu foto stabil dan mempengaruhi sistim saraf pusat, efektivitas terhadap serangga target (vektor) cukup tinggi yaitu 70 – 80 kali lebih aktif daripada DDT  dan malation, toksisitas terhadap manusia dan binatang peliharaan sangat rendah, cukup toksik terhadap ikan dan invertebrata tetapi di alam cepat diabsorbsi oeh bahan-bahan yang terdapat pada bagian dasar habitat sehingga toksisitasnya terhadap organisme yang tidak ditargetkan tersebut berkurang. Kelebihan lain dari insektisida ini adalah tidak mempunyai bau yang kurang menyenangkan dan pengaruh terhadap lingkungan sangat minimal. Daya residu insektisida ini pada permukaan kayu bertahan sampai 12 bulan, sedangkan pada permukaan kaca dapat bertahan sampai 3 bulan. Selain digunakan untuk pengendalian nyamuk Ae.aegypti, juga dapat digunakan untuk pengendalian lalat, lipas dan Triatoma(Zulhasri,2000).
k.      Metopren
Metopren merupakan hormone tiruan analog dengan hormone juvenile, yang berfungsi sebagai pengatur pertumbuhan dan pergantian kulit serangga (Insect growth hormone) pada larva nyamuk atau serangga lain. Larvisida ini bersifat kurang stabil, oleh karena itu untuk penggunaan dilapangan dibuat suatu formula yang bersifat slow release (terutai lambat). Pengaruh hormone tiruan ini terhadap larva adalah menyebabkan perkembangan dan pematangan larva terhambat, sehingga pembentukan pupa dihambat karena larvisida ini akan menekan kerja dari hormone ekdison yang penting pada serangga untuk pergantian kulit. Lavirsida ini dipasarkan dengan nama dagang altosid, berbentuk granula, pellet dan briket dan sangat efektif digunakan untuk pengendalian larva Anopheles, Culex dan Aedes, tetapi tidak toksik terhadap organisme bukan sasaran termasuk serangga lainnya (Zulhasri,2000).
l.        Diflubenzuron
Analog dengan hormone eksidon, yaitu suatu hormone tiruan yang berfungsi dalam perkembangan larva. Hormon ini disusun oleh bahan kimia : (4-klorofenil)3(2,6-difluorobenzoil). Cara kerjanya adalah menghambat pengerasan kulit sesudah pengelupasan kulit larva dan menyebabkan larva menjadi mati. Hormone ini dapat digunakan terhadap berbagai stadium larva(Ratna,2007).


m.    Diquat dan MCPA
   Merupakan herbisida yang digunakan untuk membunuh tumbuh-tumbuhan air tempat berlindung nyamuk Mansonia sp. seperti Eichornia sp. dan Pistia sp. Herbisida ini bersifat sebagai racun kontak (Ratna,2007).


n.      Phenoxylen (2,5 – D)
Herbisida yang biasa digunakan untuk membunuh tumbuh-tumbuhan air seperti pistia sp. dan Salvinia sp.. Kedua jenis tumbuhan ini juga merupakan tempat berlindung nyamuk Mansonia sp. yang berperan sebagai vektor filariasis malayi di Indonesia (Ratna,2007).


o.      DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane)
Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DDT) adalah insektisida organik sintetik yang termasuk golongan organoklorin (chlorinated hydrocarbon). DDT disintesis oleh Othmar Zeidler pada tahun 1873, namun efek insektisidanya baru ditemukan oleh Paul Muller pada tahun 1939. Oleh karena efikasinya yang sangat baik, DDT menjadi sangat terkenal di bidang pertanian dan bidang kesehatan masyarakat, dan digunakan secara luas sejak tahun 1945. Namun pada tahun 1948 sudah mulai dilaporkan terjadinya resistensi DDT pada nyamuk dan lalat. Toksisitas DDT adalah sedang,dengan LD50 oral (tikus) 113 mg/kg. Insektisida ini bekerja melalui kontak kulit terhadap berbagai jenis serangga. Dichloro Diphenyl Trichloroethane mempengaruhi keseimbangan ion-ion K dan Na dalam neuron (sel saraf) dan merusak selubung saraf sehingga fungsi saraf terganggu (Tarumingkeng, 2001). Serangga dengan mutasi tertentu pada gen kanal sodiumnya resisten terhadap DDT dan insektisida sejenis lainnya (Ratna,2007).

IV.   METODE PENGAMATAN
4.1    Alat dan bahan
a.      Alat
-          Stopwatch
-          Gelas Aqua
-          Plastik
b.      Bahan
-          Berbagai merek obat nyamuk (Vape, Baygon, Tiga Roda, Domestos,Kingkong,Nomos)
-          Nyamuk
4.2    Prosedur Pengamatan








 




















VI.   PEMBAHASAN
            Pada praktikum kali ini, praktikan melakukan percobaan terkait dengan pengujian daya tahan nyamuk berdasarkan variasi jenis insektisida. Nyamuk merupakan kelompok hewan yang tergolong sebagai insect atau serangga, nyamuk masuk dalam kelompok hewan invertebrata. Di alam jenis spesies nyamuk sangat bermacam-macam sehingga keberadaannya dibumi tergolong melimpah. Nyamuk memiliki habitat ditempat yang lembab, dan memerlukan air untuk menyempurnakan siklus hidupnya. Didalam siklus hidupnya nyamuk mengalami metamorforsis tidak sempurna. Nyamuk dapat hidup hampir di segala jenis air, dari air es yang mencair sampai air buangan yang kotor. Jenis air dapat mengidentifikasikan jenis jentik nyamuk yang hidup didalamnya. Nyamuk bertelur secara berkala akan terus menerus di lubang air, kolam, air pasang, rawa-rawa, pembuangan limbah, tambak, irigasi padang rumput, kolam air hujan, dan lain-lain karena itu setiap spesies nyamuk memiliki persyaratan lingkungan yang unik untuk pemeliharaan siklus hidup. Insectisida merupakan salah satu jenis dari peptisida, hanya saja insektisida merupakan jenis peptisida yang khusus digunakan dalam pemberantasan serangga pengganggu, dalam hal ini adalah nyamuk. Insektisida larut dalam lemak sehingga dapat diabsorbsi melalui eksoskeleton berkitin pada serangga. Beberapa insektisida memerlukan aktivasi metabolik sebelum serangga tersebut dapat memperlihatkan efek tosiknya. Serangga memiliki enzim monooksiginase yang hampir sama dengan  yang didapatkan  pada hepar mamalia. Sedangkan peptisida merupakan zat kimia yang di gunakan untuk membasmi organisme yang tidak digunakan atau tidak dikehendaki keberadaannya, termasuk pembasmi serangga (insektisida), pembasmi rumput liar (herbisida), pembasmi jamur, dan pembasmi  binatang penggerat (rodentisida).
Salah satu produk pestisida rumah tangga adalah antinyamuk. Dengan demikian maka dalam praktikum kali ini praktikan menggunakan berbagai macam merek obat nyamuk yang ada dipasaran untuk menguji daya tahan nyamuk terhadap insektisida. Adapun jenis obat nyamuk yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah obat nyamuk bakar. Obat nyamuk bakar merupakan salah satu jenis obat nyamuk yang berbentuk padat dan umumnya dijual dengan bentuk seperti kumparan lingkaran yang berangkap-rangkap. Cara penggunaan obat nyamuk ini adalah dengan cara dibakar atau dinyalakan dengan api, dengan demikian maka akan terlihat asap yang khas dan menyengat dari masing-masing obat nyamuk tersebut. Asap inilah sesungguhnya yang digunakan sebagai alat untuk meracuni insect dalam hal ini adalah nyamuk. Adapun jenis atau macam obat nyamuk yang digunakan praktikan dalam praktikum ini adalah Baygon, Vape, Domestos, Nomos, Kingkong dan Tiga roda. Dari berbagai macam merk obat nyamuk yang digunakan maka, setiap merk obat nyamuk memiliki tingkat toksisitas tersendiri dalam membunuh nyamuk. Tingkat toksisitas tersebut berhubungan dengan bahan- bahan kimia yang terkandung didalamnya.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan. Pada percobaan pertama yang dilakukan oleh kelompok pertama dengan menggunakan obat nyamuk merek Baygon, terlihat bahwa nyamuk pada gelas pertama dan gelas ketiga mengalami kematian total pada 5 menit ke 3, sedangkan untuk nyamuk pada gelas kedua sampai pada 5 menit keempat masih tersisa 2 nyamuk yang pinsan dan 3 nyamuk lainnya mati. Menurut dasar teori Baygon merupakan obat nyamuk bakar yang mengandung zat kimia berupa Transflutrin 0,03%. Baygon termasuk dalam golongan karbamat yang bersifat sedikit berbau, sangat efektif sebagai insektisida yang digunakan untuk residual spray, karena mempunyai daya residu yang tahan 5 bulan. Kurang toksik terhadap manusia dan binatang. Baygon disebut juga propoksur atau aprokarb. Dapat digunakan untuk memberantas lipas, lalat, nyamuk, laba-laba dan sand flies. Baygon banyak dijual di kedai atau di took dalam bentuk spray  atau aerosol yang dicampur dengan diklorvos. Sebagai repellent sangat peka untuk pengendalian nyamuk rumah.
Pada percobaan kedua yang dilakukan oleh kelompok kedua dengan menggunakan obat nyamuk merek Vape, terlihat bahwa nyamuk pada gelas pertama pada 5 menit keempat masih tersisa 1 nyamuk yang pinsan dan 4 nyamuk yang lain mati, untuk nyamuk pada gelas kedua sampai pada 5 menit keempat mengalami kematian total yaitu 5 nyamuk dalam keadaan mati. Selanjutnya untuk nyamuk pada gelas ketiga pada 5 menit keempat mengalami kematian total yaitu 5 nyamuk dalam keadaan mati. Menurut dasar teori Vape merupakan obat nyamuk bakar yang mengandung zat kimia berupa Metofletrin 0,0015%.  Metofletrin merupakan hormone tiruan analog dengan hormone juvenile, yang berfungsi sebagai pengatur pertumbuhan dan pergantian kulit serangga (Insect growth hormone) pada larva nyamuk atau serangga lain. Larvisida ini bersifat kurang stabil, oleh karena itu untuk penggunaan dilapangan dibuat suatu formula yang bersifat slow release (terutai lambat). Pengaruh hormone tiruan ini terhadap larva adalah menyebabkan perkembangan dan pematangan larva terhambat, sehingga pembentukan pupa dihambat karena larvisida ini akan menekan kerja dari hormone ekdison yang penting pada serangga untuk pergantian kulit. Lavirsida ini dipasarkan dengan nama dagang altosid, berbentuk granula, pellet dan briket dan sangat efektif digunakan untuk pengendalian larva Anopheles, Culex dan Aedes, tetapi tidak toksik terhadap organisme bukan sasaran termasuk serangga lainnya.
Pada percobaan ketiga yang dilakukan oleh kelompok tiga dengan menggunakan obat nyamuk merek Tiga Roda, terlihat bahwa nyamuk pada gelas pertama pada 5 menit kedua mengalami kematian total yaitu 5 nyamuk dalam keadaan mati, untuk nyamuk pada gelas kedua sampai pada 5 menit kedua mengalami kematian total yaitu 5 nyamuk dalam keadaan mati. Selanjutnya untuk nyamuk pada gelas ketiga pada 5 menit keempat masih terdapat sisa 1 nyamuk dalam keadaan pinsan. Menurut dasar teori Tiga Roda merupakan obat nyamuk bakar yang mengandung zat kimia berupa Metofletrin 0,005%. Metofletrin merupakan hormone tiruan analog dengan hormone juvenile, yang berfungsi sebagai pengatur pertumbuhan dan pergantian kulit serangga (Insect growth hormone) pada larva nyamuk atau serangga lain. Larvisida ini bersifat kurang stabil, oleh karena itu untuk penggunaan dilapangan dibuat suatu formula yang bersifat slow release (terutai lambat). Pengaruh hormone tiruan ini terhadap larva adalah menyebabkan perkembangan dan pematangan larva terhambat, sehingga pembentukan pupa dihambat karena larvisida ini akan menekan kerja dari hormone ekdison yang penting pada serangga untuk pergantian kulit. Lavirsida ini dipasarkan dengan nama dagang altosid, berbentuk granula, pellet dan briket dan sangat efektif digunakan untuk pengendalian larva Anopheles, Culex dan Aedes, tetapi tidak toksik terhadap organisme bukan sasaran termasuk serangga lainnya.
Pada percobaan keempat  yang dilakukan oleh kelompok empat  dengan menggunakan obat nyamuk merek Tiga Roda, terlihat bahwa nyamuk pada gelas pertama, kedua dan gelas ketiga pada 5 menit pertama mengalami kematian total yaitu 5 nyamuk dalam keadaan mati. Menurut dasar teori Domestos merupakan obat nyamuk bakar yang mengandung zat kimia berupa D-alletrhin 0,30%. D-alletrhin merupakan Pyrethroid campuran, yang merupakan insektisida kontak kuat yang menghasilkan “ a strong knock-down” cepat melawan hama-hama rumah tangga. D-alletrhin memiliki efek yang sangat spesifik pada saraf serangga sehingga hanya dalam jumlah kecil dapat bekerja dengan maksimal. Selain itu keunggulan zat kimia D-alletrhin ini adalah bersifat repelen, tidak berbau, toksisitas pada mamalia rendah sehingga aman untuk manusia, non residual (untuk generasi pertama), residual untuk jangka panjang, kelarutan dalam air rendah.
Pada percobaan kelima yang dilakukan oleh kelompok lima dengan menggunakan obat nyamuk merek Kingkong, terlihat bahwa nyamuk pada gelas pertama pada 5 menit keempat masih tersisa 5 nyamuk dalam keadaan pinsan, untuk nyamuk pada gelas kedua sampai pada 5 menit keempat masih tersisa 2 nyamuk dalam keadaan pinsan. Selanjutnya untuk nyamuk pada gelas ketiga pada 5 menit pertama mengalami kematian total yaitu 5 nyamuk dalam keadaan mati.  Menurut dasar teori Kingkong merupakan obat nyamuk bakar yang mengandung zat kimia berupa D-Alletrhrin 0,2%. D-alletrhin merupakan Pyrethroid campuran, yang merupakan insektisida kontak kuat yang menghasilkan “ a strong knock-down” cepat melawan hama-hama rumah tangga. D-alletrhin memiliki efek yang sangat spesifik pada saraf serangga sehingga hanya dalam jumlah kecil dapat bekerja dengan maksimal. Selain itu keunggulan zat kimia D-alletrhin ini adalah bersifat repelen, tidak berbau, toksisitas pada mamalia rendah sehingga aman untuk manusia, non residual (untuk generasi pertama), residual untuk jangka panjang, kelarutan dalam air rendah.
Pada percobaan keenam yang dilakukan oleh kelompok  enam dengan menggunakan obat nyamuk merek Nomos, terlihat bahwa nyamuk pada gelas pertama dan kedua pada 5 menit keempat masih tersisa 1 nyamuk dalam keadaan pinsan. Sedangkan nyamuk pada gelas ketiga di 5 menit keempat mengalami kematian total yaitu 5 nyamuk dalam keadaan mati. Menurut dasar teori Nomos  merupakan obat nyamuk bakar yang mengandung zat kimia berupa D-alletrhin 0,30%. D-alletrhin merupakan Pyrethroid campuran, yang merupakan insektisida kontak kuat yang menghasilkan “ a strong knock-down” cepat melawan hama-hama rumah tangga. D-alletrhin memiliki efek yang sangat spesifik pada saraf serangga sehingga hanya dalam jumlah kecil dapat bekerja dengan maksimal. Selain itu keunggulan zat kimia D-alletrhin ini adalah bersifat repelen, tidak berbau, toksisitas pada mamalia rendah sehingga aman untuk manusia, non residual (untuk generasi pertama), residual untuk jangka panjang, kelarutan dalam air rendah.
Jika dilihat dari hasil pengamatan dan dasar teori, maka dapat dilihat bahwa urutan obat nyamuk yang dipandang paling ampuh berdasarkan tingkat toksisitasnya terhadap nyamuk dan berdasarkan kandungan zat kimia yang ada di dalamnya adalah obat nyamuk Domestos (zat aktif D-allitrhin), Nomos(zat aktif D-allitrhin), Kingkong (zat aktif D-allitrhin), Vape (zat aktif Metofletrin), Tiga Roda (zat aktif Metofletrin) dan Baygon (zat aktif Transflutrin).
Ketahanan nyamuk terhadap suatu jenis atau beberapa jenis insektisida disebabkan oleh lebih dari satu penyebab dan mekanisme ketahanan. Ada beberapa jenis nyamuk yang cepat membentuk populasi yang resisten tetapi ada yang lambat, ada juga jenis-jenis insektisida yang cepat menimbulkan reaksi ketahanan dari banyak jenis serangga. Toksisitas insektisida pada suatu spesies dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kadar senyawa kimia insektisida tersebut pada tubuh spesies sasaran. Semakin kecil ukuran tubuh suatu spesies, maka kadar senyawa kimia insektisida pada tubuh spesies tersebut akan semakin tinggi, yang akan menyebabkan semakin meningkatnya toksisitas dari insektisida tersebut.
Mekanisme resistensi suatu serangga terhadap insektisida dapat dibagi menjadi 3 yaitu a)Peningkatan detoksifikasi (menjadi tidak beracun) insektisida oleh karena bekerjanya enzim tertentu seperti enzim dehidroklorinase (terhadap DDT), ensim mikrosomal oksidase (terhadap karbamat, OP, piretroid), glutation transferase (terhadap OP), hidrolase dan esterase (terhadap OP). b) Penurunan kepekaan tempat sasaran insektisida pada tubuh serangga seperti asetilkolinesterase (terhadap OP dan karbamat), sistem syaraf (Kdr) seperti terhadap DDT dan piretroid. c) Penurunan laju penetrasi insektisida melalui kulit atau integumentum seperti yang terjadi pada ketahanan terhadap kebanyakan insektisida.
Resistensi nyamuk atau daya tahan nyamuk terhadap berbagi jenis insektisida bergantung pada dua faktor, taitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor dalam meliputi kondisi kekebalan tubuh nyamuk sendiri, semakin kuat daya kekebalan tubuh nyamuk maka nyamuk tidak akan cepat mati. Selain itu bergantung pada ukuran tubuh nyamuk dan jenis kelamin nyamuk. Semakin besar tubuh nyamuk maka daya tahnnya akan semakin meningkat dan nyamuk jantan cenderung lebuh resisten terhadap berbagai gangguan. Umur nyamuk juga menjadi faktor penentu daya tahan nyamuk, semakin muda atau semakin tua maka daya tahan nyamuk terhadap insektisida juga akan rendah, daya tahan insektisida akan meningkat jika umur nyamuk pada kisaran remaja. Sedangkan untuk faktor luar yang mempengaruhi adalah jenis obat nyamuk yang digunakan, semakin obat nyamuk mengandung zat kimia yang memiliki kualitas toksik yang tinggi maka daya tahan nyamuk akan rendah. Jumlah populasi nyamuk pada suatu area, jika populasi nyamuk semakin banyak maka daya tahan nyamuk akan semakin rendah. Luas area tempat habitat nyamuk dalam hal ini botol yang digunakan sebagai tempat uji daya tahan nyamuk, semakin sempit area maka daya tahan nyamuk akan semakin rendah.






VII.PENUTUP
7.2 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan tujuan praktikum maka, dapat disimpulkan bahwa daya tahan nyamuk terhadap berbagai macam insektisida sangant bervariasi tergantung pada beberapa faktor yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar meliputi luas habitat nyamuk, jumlah populasi nyamuk dan jenis zat kimia yang terkandung didalam obat nyamuk tersebut. Sedangkan faktor dalam meliputi umur nyamuk, sistem imun nyamuk, ukuran nyamuk dan jenis kelamin nyamuk. Dari berbagai macam obat nyamuk yang digunakan maka, urutan obat nyamuk yang dipandang paling ampuh berdasarkan tingkat toksisitasnya terhadap nyamuk dan berdasarkan kandungan zat kimia yang ada di dalamnya adalah obat nyamuk Domestos (zat aktif D-allitrhin), Nomos(zat aktif D-allitrhin), Kingkong (zat aktif D-allitrhin), Vape (zat aktif Metofletrin), Tiga Roda (zat aktif Metofletrin) dan Baygon (zat aktif Transflutrin).
7.3 SARAN
Sebaiknya disediakan bunssen lebih banyak sehingga setiap kelompok dapat menyalakan kembali obat nyamuk bakar yang telah mati. Selain itu perlu ditentukan ukuran botol yang digunakan, sehingga dalam setiap percobaan menggunakan ukuran botol yang sama.


VIII.       DAFTAR PUSTAKA
Baskoro AD, Sudjari, Rahajoe S dkk, 2006. Buku Ajar Parasitologi Arthropoda. Malang : Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

Gandahusada, Srisasi. et al. 1998. Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Gubler, DJ. 1997. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Hadi KU, Soviana S, 2000. Ektoparasit: Pengenalan , Diagnosis dan Pengendaliannya. Bogor: Laboratorium Entomologi Bagian Parasitologi & Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Ishar, Tadiati Kartika. 2005. Resistensi Serangga Terhadap DDT. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 3  No 5. Surabaya.

Lee HL. 1990. A rapid biochemical method for detection of insecticide resistance due to elevated esterase activity in Culex Quinquetasciatus.

North Dakota State University. 1991. Mosquitos. http: //www. ext. nodak. edu/ extpubs/ ansci/horse/eb55-2.htm .

Ratna. 2007. Insektisida Botani .Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Zulhasril. 2000.  Insektisida untuk pengendalian artropoda yang perlu di ketahui. Dalam: Parasitologi Kedokteran, Edisi ketiga. Ganda husada S, Ilahude HD, Pribadi W, eds. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.

4 komentar: