LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN
DAYA TAHAN NYAMUK
Oleh
:
NAMA : UMI FADILAH
NIM :
110210103034
KELAS : A
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN
PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
I. JUDUL : Daya Tahan Nyamuk
II. TUJUAN :Mengetahui Daya Tahan Nyamuk Terhadap
berbagai macam insectisida
III.
DASAR
TEORI
Ada lebih
dari 2500 spesies nyamuk yang berbeda di seluruh dunia, Masing-masing spesies
memiliki nama ilmiah yang latin, seperti Culex Tarsalis, Aedes Aegypti dll.
Nama-nama ini digunakan dalam cara deskriptif sehingga nama tersebut mewakili
nyamuk tertentu. Beberapa spesies memiliki apa yang disebut "nama
umum" serta nama-nama ilmiah, seperti Anopheles freeborni sebagai
"nyamuk malaria Barat". Nyamuk merupakan spesies dari arthropoda yang
berperan sebagai vector penyakit arthropod-born viral disease. Contoh spesies
nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit arthropod-born viral disease
adalah Culex sp. (Culex sp.) (Gubler,1997).
Semua nyamuk harus memiliki air yang
untuk melengkapi siklus hidup mereka. Nyamuk dapat hidup hampir di segala jenis
air, dari air es yang mencair sampai air buangan yang kotor. Jenis air dapat
mengidentifikasikan jenis jentik nyamuk yang hidup didalamnya. Juga, nyamuk-nyamuk
dewasa menunjukkan preferensi yang sangat berbeda untuk jenis sumber yang
bertelur. Mereka bertelur secara berkala akan terus menerus di lubang air,
kolam, air pasang, rawa-rawa, pembuangan limbah, tambak, irigasi padang rumput,
kolam air hujan, dan lain-lain karena itu Setiap spesies memiliki persyaratan
lingkungan yang unik untuk pemeliharaan siklus (Gubler,1997).
Pengendalian nyamuk yang paling banyak
dilakukan adalah pengendalian kimiawi menggunakan insektisida sintetis. Alasan
pemilihan pengendalian tersebut adalah karena hasilnya dapat dilihat secara
cepat dan langsung, sementara pengendalian nyamuk lainnya memerlukan waktu yang
lama dalam melihat hasilnya. Tetapi pengendalian kimiawi menggunakan
insektisida sintetis ternyata menimbulkan efek samping yang merugikan, seperti
nyamuk menjadi resisten, terjadinya keracunan pada manusia dan hewan ternak,
terjadinya kontaminasi terhadap kebun sayuran dan buah, serta polusi lingkungan
(North Dakota State University, 1991).
Beberapa Upaya Pengendalian Nyamuk
adalah dengan cara sebagai berikut:
1. Pengendalian Fisik
Pengendalian fisik dilakukan dengan cara memakai
pakaian yang dapat melindungi diri dari gigitan nyamuk, memasang jaring
penghalang sehingga nyamuk tidak dapat masuk, dan menata rumah beserta lingkungan
sekitar sehingga tidak dapat dijadikan sebagai tempat berlindung dan
berkembangbiak bagi nyamuk (Ishar,
2005)
Menurut
Upik Kesumawati Hadi dan Susi Soviana (2000),upaya-upaya pengendalian nyamuk
secara fisik adalah sebagai berikut:
a) Modifikasi
Lingkungan
Modifikasi
lingkungan yaitu mengubah fisik lingkungan secara permanen yang bertujuan
menghilangkan atau mengurangi tempat perindukan nyamuk. Contoh dari modifikasi
lingkungan adalah kegiatan 3M (menguras, mengubur dan menutup) (Hadi,2000).
b)
Modifikasi Perilaku Manusia
Modifikasi perilaku manusia adalah usaha
merubah perilaku sehari-hari sehingga tidak menguntungkan bagi nyamuk, seperti
mengurangi tidur siang pada waktu musim penghujan untuk mengurangi frekuensi
kontak dengan nyamuk(Hadi,2000).
2. Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati dilakukan dengan cara menyebarkan
predator dan patogen nyamuk di daerah endemis. Predator pemakan larva yang
dapat digunakan untuk mengendalikan nyamuk adalah ikan Poecilia reticulata,
Gambussia affinis, ikan mas, ikan lele dan larva nyamuk Toxorrhynchites.
Pengendalian vektor menggunakan patogen contohnya adalah pemanfaatan bakteri
Bacillus thuringiensis. Bacillus thuringiensis toksik terhadap larva nyamuk dan
hasilnya sangat efektif serta tidak menimbulkan kerugian pada manusia maupun
hewan. Bacillus thuringiensis memproduksi toksin yang menghancurkan sel-sel epitel
inang sehingga inang mati
(Zulhasril.
2000).
3. Pengendalian Kimiawi
a. Insektisida
Sintetik
Insektisida sintetik yang digunakan dalam pengendalian
nyamuk adalah paration, malation dan diklorvos (Ishar, 2005).
b. Insektisida Nabati
Insektisida nabati adalah insektisida yang berasal
dari tanaman. Tanaman sumber insektisida nabati yang telah digunakan antara
lain bunga Crhysantemum cinerariafolium, yang mengandung senyawa piretroid.
Piretroid telah digunakan untuk membunuh serangga sejak tahun 1800-an (Ishar, 2005)
c. Insektisida
anorganik
Insektisida anorganik adalah insektisida yang berasal
dari bahan-bahan anorganik. Insektisida anorganik yang telah digunakan adalah
minyak bumi, HCN, kapur belerang dan minyak terpenting (Ishar, 2005)
4.
Pengendalian Genetik
Pengendalian genetik dilakukan
dengan cara mensterilkan nyamuk jantan kemudian melepasnya ke alam. Nyamuk
betina hanya kawin sekali, oleh karena itu nyamuk betina yang kawin dengan
nyamuk jantan steril tidak akan menghasilkan keturunan (Hadi, 2000).
Pestisida adalah zat
kimia yang di gunakan untuk membasmi organisme yang tidak digunakan atau tidak
dikehendaki keberadaannya, termasuk pembasmi serangga (insektisida), pembasmi
rumput liar (herbisida), pembasmi jamur, dan pembasmi binatang penggerat (rodentisida) (Gandahusada,
1998).
Kebanyakan
insektisida larut dalam lemak sehingga dapat diabsorbsi melalui eksoskeleton
berkitin pada serangga. Beberapa insektisida memerlukan aktivasi metabolik
sebelum serangga tersebut dapat memperlihatkan efek tosiknya. Serangga memiliki
enzim monooksiginase yang hampir sama dengan
yang didapatkan pada hepar
mamalia (Gandahusada,
1998).
Toksisitas insektisida pada suatu
spesies dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kadar senyawa kimia insektisida
tersebut pada tubuh spesies sasaran. Semakin kecil ukuran tubuh suatu spesies,
maka kadar senyawa kimia insektisida pada tubuh spesies tersebut akan semakin
tinggi, yang akan menyebabkan semakin meningkatnya toksisitas dari insektisida
tersebut (Hadi, 2000).
Salah
satu produk pestisida rumah tangga adalah antinyamuk. Berdasarkan jenis
penggunaanya, produk antinyamuk yang beredar di pasaran terdiri dari anti
nyamuk bakar, semprot, oles dan elektrik. Kendati berbeda secara ujud dan cara
penggunaanya, produk antinyamuk ini hampir memiliki kesamaan dalam hal
kandungan bahan kimianya. Menurut WHO dan Lembaga Perlindungan Lingkungan di
Amerika, bahan kimia dalam anti nyamuk termasuk memiliki daya racun yang dapat
menimbulkan efek terhadap kesehatan manusia(Lee,1990).
Hasil Temuan
Produk di Lapangan/Pasar
Sasaran
|
Merek
Produk
|
Bahan
Kimia
|
Nyamuk
|
Cow Brand
|
D-allethrin
0,3w/w
|
Domestos
Nomos
|
D-alletrhin
0,30%
|
|
Tiga Roda
|
Metofletrin
0,005%
|
|
Autan
|
Deet 12,5%
|
|
Soffel
|
Diethyltoluamide
13%
|
|
Baygon
|
Transflutrin
0,028%, D-alletrin 0,1%
|
|
Top Super
Jumbo
|
D-Transallethrin
0,25%
|
|
Garuda
Supra Jumbo
|
D-allethrin
0,001%, Metofletrin 0,075%
|
|
Vape
|
Metofletrin
0,0015%
|
|
Semut dan
Kecoa
|
Kapur Bagus
|
Deltrametrin
0,6%
|
Hit
|
Propoksur
0,25%
|
|
Miraculous
Insecticida Chalk
|
Tidak ada
|
|
Kutu ayam
|
Obat Gurem
|
Tidak ada
|
Tikus dan
celeng
|
Racun
Tikus dan Obat Celeng
|
Tidak ada
|
(Lee,1990).
Salah satu faktor yang mempengaruhi laju perkembangan resistensi adalah tingkat
tekanan seleksi yang diterima oleh suatu populasi serangga. Pada kondisi yang
sama, suatu populasi yang menerima tekanan yang lebih keras akan berkembang
menjadi populasi yang resisten dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan
populasi hama yang menerima tekanan seleksi yang lemah(Lee,1990).
Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya resistensi meliputi faktor genetik,
biologi dan operasional. Faktor genetik antara lain meliputi frekuensi, jumlah
dan dominansi alel resisten. Faktor biologi-ekologi meliputi perilaku hama,
jumlah generasi per tahun, keperidian, mobilitas dan migrasi. Faktor
operasional meliputi jenis dan sifat insektisida yang digunakan, jenis-jenis
insektisida yag digunakan sebelumnya, persistensi, jumlah aplikasi dan stadium
sasaran, dosis, frekuensi dan cara aplikasi, bentuk formulasi ,dan yang lain.
Faktor genetik dan biologi-ekologi lebih sulit dikelola dibandingkan faktor
operasional. Faktor genetik dan biologi merupakan sifat asli serangga sehingga
di luar pengendalian kita. Dengan mempelajari sifat-sifat tersebut dapat
dihitung risiko munculnya populasi resisten suatu jenis serangga (Lee,1990).
Mekanisme resistensi suatu serangga terhadap insektisida dapat dibagi
menjadi 3 yaitu:
- Peningkatan detoksifikasi (menjadi tidak beracun) insektisida oleh karena bekerjanya ensim-ensim tertentu seperti ensim dehidroklorinase (terhadap DDT), ensim mikrosomal oksidase (terhadap karbamat, OP, piretroid), glutation transferase (terhadap OP), hidrolase dan esterase (terhadap OP).
- Penurunan kepekaan tempat sasaran insektisida pada tubuh serangga seperti asetilkolinesterase (terhadap OP dan karbamat), sistem syaraf (Kdr) seperti terhadap DDT dan piretroid.
- Penurunan laju penetrasi insektisida melalui kulit atau integumentum seperti yang terjadi pada ketahanan terhadap kebanyakan insektisida(Baskoro,2006).
Ketahanan serangga terhadap suatu jenis atau beberapa jenis insektisida
disebabkan oleh lebih dari satu penyebab dan mekanisme ketahanan. Ada beberapa
jenis serangga yang cepat membentuk populasi yang resisten tetapi ada yang
lambat, ada juga jenis-jenis insektisida yang cepat menimbulkan reaksi
ketahanan dari banyak jenis serangga. Mekanisme resistensi penyakit terhadap
fungisida dan resistensi gulma terhadap herbisida pada prinsipnya tidak jauh
berbeda dengan mekanisme resistensi hama terhadap insektisida (Baskoro,2006).
Jenis – Jenis dan Mekanisme Kerja Insektisida
a.
Fenitrotion 40 WP
Pestisida ini termasuk dalam golongan Organofosfat. Diseut juga
sebagai Sumitron atau Folition. Bersifat sedikit menguap. Oleh karena itu,
dalam penggunaannya dilakukan dengan penyemprotan residu pada dinding rumah.
Toksisitas oral terhadap mamalia lebih tinggi daripada DDT, tetapi mempunyai
daya residu lebih pendek, yaitu kurang lebih 2 bulan.
Di
Indonesia, pestisida ini digunakan untuk pengendalian vector malaria (Anopheles sp.), bersifat tidak persisten
terutama di lokasi dengan masalah malaria di pulau Sumatera, Jawa dan Bali,
kecuali pada sebagian kabupaten Purworejo (Jawa Tengah), Pangandaran (Jawa
Barat) dan sebagian Pantai Selatan Malang (Jawa Timur) (Zulhasril. 2000)
b.
Temefos
Pestisida ini tergolong dalam Organofosfat, terutama digunakan
untuk pengendalian larva Aedes aegypti pada
tempat-tempat penampungan air, karena larvasida ini tidak toksik terhadap
mamalia termasuk manusia, tetapi mempunyai toksisitas tinggi terhadap larva
nyamuk. Larvasida ini dikenal dengan nama dagang Abate 1%, berbentuk granula,
mempunyai daya residu lebih kurang 1 bulan bila digunakan dalam tempat-tempat
penampungan air (Zulhasri,2000).
c.
Malation
Malation termasuk golongan organofosfat, berupa larutan berwarna
tengguli, baunya sangat tidak menyenangkan, lambat larut dalam air, mudah larut
dalam pelarut lainnya. Merupakan salah satu insektisida yang paling banyak
digunakan dalam memberantas nyamuk dewasa. Insektisida ini sangat toksik untuk
nyamuk, lalat, lipang, pinjal, dan lain-lain, serta tidak membahayakan manusia
dan binatang. Sering digunakan untuk megganti insektisida golongan chlorinated hydrocarbon misalnya DDT
yang telah mengalami resistensi. Ketika Semarang dinyatakan sebagai daerah
wabah DHF, pemerintah telah menggunakan malation dari kapal terbang dalam upaya
pengendalian vektor DHF (Zulhasri,2000).
d.
Baygon
Baygon termasuk dalam golongan karbamat yang bersifat sdikit
berbau, sangat efektif sebagai insektisida yang digunakan untuk residual spray, karena mempunyai daya
residu yang tahan 5 bulan. Kurang toksik terhadap manusia dan binatang. Baygon
disebut juga propoksur atau aprokarb. Dapat digunakan untuk memberantas lipas,
lalat, nyamuk, laba-laba dan sand flies.
Baygon banyak dijual di kedai atau di took dalam bentuk spray atau aerosol yang dicampur dengan diklorvos.
Sebagai repellent sangat pekauntuk
pengendalian nyamuk rumah (Cx.
Quinquefasciatus) (Zulhasri,2000).
e.
Dieldrin
Insektisida ini sering digunakan sebaga residual spray bersama dengan DDT dan BHC untuk memberantas nyamuk
malaria. Mempunyai sifat lebih toksik daripada DDT, tetapi berdaya resodi lebih
pendek daripdaDDT (1 – 3 bulan). Dalam menggunakan dieldrin, jika kurang
hati-hati dapat mengakibatkan terjadinya absorbs melalui kulit. Dieldrin
termasuk kelompok insektisida yang disebut seri klorden bersama-sama dengan
klordena aldrin, endrin, heptaklor dan toksafen. Dieldrin digunakan untuk
pemberantasan serangga yang telah resisten terhadap DDT, yaitu lalat, nyamuk,
semut dan juga Triatoma. Ketika An.sundaicus
pada tahun 1954 dinyatakan resisten
terhadap DDT, pemerintah pernah menggantinya dengan dieldrin untuk pengendalian
An.sundaicus(Zulhasri,2000).
f.
Piretrum
Insektisida
ini berasal dari kepala bunga serunai (Chrysanthemum
sp.). piretrum mempunyai daya bunuh serangga yang besar, bersifat
neurotoksik dan menyebabkan terjadinya paralisis pada serangga. Larut dalam
minyak dan mudah dicampur dalam bentuk serbuk. Tidak toksik untuk mamalia
tetapi dapat menyebabkan iritasi pada bronkus yang berakibat sesak napas.
Dipakai dalam obat nyamuk dengan konsentrasi rendah seingga berkerja sebagai repellan (Ratna 2007).
g.
Klorfirifos
Insektisida yang termasuk ke dalam golongan Organofosfatini
mempunyai toksisitas rendah bagi mamalia dan serangga yang bukan target, tetapi
potensial bila digunakan untuk pengendalian beberapa serangga lainnya terutama
vector DHF dan larva nyamuk yang mempunyai habitat pada air yang sangat terpolusi,
juga dapat digunakan untuk pengendaian lipas(Ratna ,2007).
h.
Bendiocarp
Tergolong insektisida golongan Karbamat, mempunyai efek bunuh yang
cepat terhadap serangga, efikasi residunya baik, digunakan terutama untuk
pengendalian vector malaria dan vektor penyakit Chagas, juga dapat digunakan untuk pengendalian serangga lain
seperti lalat, pinjal, sengkent, lipas dan kutu busuk(Ratna,2007).
i.
Permetrin
Merupakan insektisida golongan piretroid sintetik, bersifat foto
stabil dan neuron-poison terhadap serangga, tidak toksik bagi organisme lain
termasuk mamalia, menyebabkan iritasi ringan pada kulit, larut dalam air dan
bersifat sebagai racun perut atau racun kontak, daya residu insektisida ini
sama dengan DDT yaitu lebih kurang 6 bulan. Selain digunakan untuk pengendalian
nyamuk Aedes sp. Culex sp. Dan Anopheles sp., juga
dapat digunakan untuk pengendalian lalat (M.
domestica) atau lipas (Periplaneta
Americana dan Blatta orientalis)
(Ratna,2007).
j.
Lamda Sihalotrin
Insektisida ini juga termasuk golongan piretroid sintetik,
mempunyai sifat hampir sama dengan permetrin yaitu foto stabil dan mempengaruhi
sistim saraf pusat, efektivitas terhadap serangga target (vektor) cukup tinggi
yaitu 70 – 80 kali lebih aktif daripada DDT
dan malation, toksisitas terhadap manusia dan binatang peliharaan sangat
rendah, cukup toksik terhadap ikan dan invertebrata tetapi di alam cepat
diabsorbsi oeh bahan-bahan yang terdapat pada bagian dasar habitat sehingga
toksisitasnya terhadap organisme yang tidak ditargetkan tersebut berkurang.
Kelebihan lain dari insektisida ini adalah tidak mempunyai bau yang kurang
menyenangkan dan pengaruh terhadap lingkungan sangat minimal. Daya residu
insektisida ini pada permukaan kayu bertahan sampai 12 bulan, sedangkan pada
permukaan kaca dapat bertahan sampai 3 bulan. Selain digunakan untuk
pengendalian nyamuk Ae.aegypti, juga
dapat digunakan untuk pengendalian lalat, lipas dan Triatoma(Zulhasri,2000).
k.
Metopren
Metopren merupakan hormone tiruan analog dengan hormone juvenile,
yang berfungsi sebagai pengatur pertumbuhan dan pergantian kulit serangga (Insect growth hormone) pada larva nyamuk
atau serangga lain. Larvisida ini bersifat kurang stabil, oleh karena itu untuk
penggunaan dilapangan dibuat suatu formula yang bersifat slow release (terutai lambat). Pengaruh hormone tiruan ini terhadap
larva adalah menyebabkan perkembangan dan pematangan larva terhambat, sehingga
pembentukan pupa dihambat karena larvisida ini akan menekan kerja dari hormone
ekdison yang penting pada serangga untuk pergantian kulit. Lavirsida ini
dipasarkan dengan nama dagang altosid, berbentuk granula, pellet dan briket dan
sangat efektif digunakan untuk pengendalian larva Anopheles, Culex dan Aedes, tetapi tidak toksik terhadap
organisme bukan sasaran termasuk serangga lainnya (Zulhasri,2000).
l.
Diflubenzuron
Analog dengan hormone eksidon, yaitu suatu hormone tiruan yang
berfungsi dalam perkembangan larva. Hormon ini disusun oleh bahan kimia :
(4-klorofenil)3(2,6-difluorobenzoil). Cara kerjanya adalah menghambat
pengerasan kulit sesudah pengelupasan kulit larva dan menyebabkan larva menjadi
mati. Hormone ini dapat digunakan terhadap berbagai stadium larva(Ratna,2007).
m.
Diquat dan MCPA
Merupakan herbisida yang digunakan untuk membunuh tumbuh-tumbuhan
air tempat berlindung nyamuk Mansonia sp.
seperti Eichornia sp. dan Pistia sp. Herbisida ini bersifat
sebagai racun kontak (Ratna,2007).
n.
Phenoxylen (2,5 – D)
Herbisida yang biasa digunakan untuk membunuh tumbuh-tumbuhan air
seperti pistia sp. dan Salvinia sp.. Kedua jenis tumbuhan ini
juga merupakan tempat berlindung nyamuk Mansonia
sp. yang berperan sebagai vektor filariasis malayi di Indonesia
(Ratna,2007).
o.
DDT (Dichloro
Diphenyl Trichloroethane)
Dichloro
Diphenyl Trichloroethane (DDT) adalah insektisida organik
sintetik yang termasuk golongan organoklorin (chlorinated hydrocarbon).
DDT disintesis oleh Othmar Zeidler pada tahun 1873, namun efek insektisidanya
baru ditemukan oleh Paul Muller pada tahun 1939. Oleh karena efikasinya yang
sangat baik, DDT menjadi sangat terkenal di bidang pertanian dan bidang
kesehatan masyarakat, dan digunakan secara luas sejak tahun 1945. Namun pada
tahun 1948 sudah mulai dilaporkan terjadinya resistensi DDT pada nyamuk dan
lalat. Toksisitas DDT adalah sedang,dengan LD50 oral (tikus) 113
mg/kg. Insektisida ini bekerja melalui kontak kulit terhadap berbagai jenis
serangga. Dichloro Diphenyl Trichloroethane mempengaruhi keseimbangan
ion-ion K dan Na dalam neuron (sel saraf) dan merusak selubung saraf sehingga
fungsi saraf terganggu (Tarumingkeng, 2001). Serangga dengan mutasi tertentu
pada gen kanal sodiumnya resisten terhadap DDT dan insektisida sejenis lainnya (Ratna,2007).
4.1
Alat
dan bahan
a.
Alat
-
Stopwatch
-
Gelas Aqua
-
Plastik
b.
Bahan
-
Berbagai merek obat nyamuk (Vape,
Baygon, Tiga Roda, Domestos,Kingkong,Nomos)
-
Nyamuk
4.2
Prosedur
Pengamatan
VI.
PEMBAHASAN
Pada praktikum
kali ini, praktikan melakukan percobaan terkait dengan pengujian daya tahan
nyamuk berdasarkan variasi jenis insektisida. Nyamuk merupakan kelompok hewan
yang tergolong sebagai insect atau serangga, nyamuk masuk dalam kelompok hewan
invertebrata. Di alam jenis spesies nyamuk sangat bermacam-macam sehingga
keberadaannya dibumi tergolong melimpah. Nyamuk memiliki habitat ditempat yang
lembab, dan memerlukan air untuk menyempurnakan siklus hidupnya. Didalam siklus
hidupnya nyamuk mengalami metamorforsis tidak sempurna. Nyamuk dapat
hidup hampir di segala jenis air, dari air es yang mencair sampai air buangan
yang kotor. Jenis air dapat mengidentifikasikan jenis jentik nyamuk yang hidup
didalamnya. Nyamuk bertelur secara berkala akan terus menerus di lubang air,
kolam, air pasang, rawa-rawa, pembuangan limbah, tambak, irigasi padang rumput,
kolam air hujan, dan lain-lain karena itu setiap spesies nyamuk memiliki
persyaratan lingkungan yang unik untuk pemeliharaan siklus hidup. Insectisida
merupakan salah satu jenis dari peptisida, hanya saja insektisida merupakan
jenis peptisida yang khusus digunakan dalam pemberantasan serangga pengganggu,
dalam hal ini adalah nyamuk. Insektisida larut dalam lemak
sehingga dapat diabsorbsi melalui eksoskeleton berkitin pada serangga. Beberapa
insektisida memerlukan aktivasi metabolik sebelum serangga tersebut dapat
memperlihatkan efek tosiknya. Serangga memiliki enzim monooksiginase yang
hampir sama dengan yang didapatkan pada hepar mamalia. Sedangkan
peptisida merupakan zat kimia yang di gunakan untuk membasmi
organisme yang tidak digunakan atau tidak dikehendaki keberadaannya, termasuk
pembasmi serangga (insektisida), pembasmi rumput liar (herbisida), pembasmi
jamur, dan pembasmi binatang penggerat
(rodentisida).
Salah satu produk pestisida rumah
tangga adalah antinyamuk. Dengan demikian maka dalam praktikum kali ini
praktikan menggunakan berbagai macam merek obat nyamuk yang ada dipasaran untuk
menguji daya tahan nyamuk terhadap insektisida. Adapun jenis obat nyamuk yang
digunakan dalam praktikum kali ini adalah obat nyamuk bakar. Obat nyamuk bakar
merupakan salah satu jenis obat nyamuk yang berbentuk padat dan umumnya dijual
dengan bentuk seperti kumparan lingkaran yang berangkap-rangkap. Cara
penggunaan obat nyamuk ini adalah dengan cara dibakar atau dinyalakan dengan
api, dengan demikian maka akan terlihat asap yang khas dan menyengat dari
masing-masing obat nyamuk tersebut. Asap inilah sesungguhnya yang digunakan
sebagai alat untuk meracuni insect dalam hal ini adalah nyamuk. Adapun jenis
atau macam obat nyamuk yang digunakan praktikan dalam praktikum ini adalah
Baygon, Vape, Domestos, Nomos, Kingkong dan Tiga roda. Dari berbagai macam merk
obat nyamuk yang digunakan maka, setiap merk obat nyamuk memiliki tingkat
toksisitas tersendiri dalam membunuh nyamuk. Tingkat toksisitas tersebut
berhubungan dengan bahan- bahan kimia yang terkandung didalamnya.
Berdasarkan hasil pengamatan yang
telah dilakukan. Pada percobaan pertama yang dilakukan oleh kelompok pertama
dengan menggunakan obat nyamuk merek Baygon, terlihat bahwa nyamuk pada gelas
pertama dan gelas ketiga mengalami kematian total pada 5 menit ke 3, sedangkan
untuk nyamuk pada gelas kedua sampai pada 5 menit keempat masih tersisa 2
nyamuk yang pinsan dan 3 nyamuk lainnya mati. Menurut dasar teori Baygon
merupakan obat nyamuk bakar yang mengandung zat kimia berupa Transflutrin
0,03%. Baygon termasuk dalam golongan karbamat yang
bersifat sedikit berbau, sangat efektif sebagai insektisida yang digunakan
untuk residual spray, karena
mempunyai daya residu yang tahan 5 bulan. Kurang toksik terhadap manusia dan
binatang. Baygon disebut juga propoksur atau aprokarb. Dapat digunakan untuk
memberantas lipas, lalat, nyamuk, laba-laba dan sand flies. Baygon banyak dijual di kedai atau di took dalam bentuk
spray atau aerosol
yang dicampur dengan diklorvos. Sebagai repellent
sangat peka untuk pengendalian nyamuk rumah.
Pada
percobaan kedua yang dilakukan oleh kelompok kedua dengan menggunakan obat
nyamuk merek Vape, terlihat bahwa nyamuk pada gelas pertama pada 5 menit
keempat masih tersisa 1 nyamuk yang pinsan dan 4 nyamuk yang lain mati, untuk
nyamuk pada gelas kedua sampai pada 5 menit keempat mengalami kematian total
yaitu 5 nyamuk dalam keadaan mati. Selanjutnya untuk nyamuk pada gelas ketiga
pada 5 menit keempat mengalami kematian total yaitu 5 nyamuk dalam keadaan
mati. Menurut dasar teori Vape merupakan obat nyamuk bakar yang mengandung zat
kimia berupa Metofletrin 0,0015%. Metofletrin merupakan hormone tiruan analog dengan hormone juvenile, yang
berfungsi sebagai pengatur pertumbuhan dan pergantian kulit serangga (Insect growth hormone) pada larva nyamuk
atau serangga lain. Larvisida ini bersifat kurang stabil, oleh karena itu untuk
penggunaan dilapangan dibuat suatu formula yang bersifat slow release (terutai lambat). Pengaruh hormone tiruan ini terhadap
larva adalah menyebabkan perkembangan dan pematangan larva terhambat, sehingga
pembentukan pupa dihambat karena larvisida ini akan menekan kerja dari hormone
ekdison yang penting pada serangga untuk pergantian kulit. Lavirsida ini
dipasarkan dengan nama dagang altosid, berbentuk granula, pellet dan briket dan
sangat efektif digunakan untuk pengendalian larva Anopheles, Culex dan Aedes, tetapi tidak toksik terhadap
organisme bukan sasaran termasuk serangga lainnya.
Pada
percobaan ketiga yang dilakukan oleh kelompok tiga dengan menggunakan obat
nyamuk merek Tiga Roda, terlihat bahwa nyamuk pada gelas pertama pada 5 menit
kedua mengalami kematian total yaitu 5 nyamuk dalam keadaan mati, untuk nyamuk
pada gelas kedua sampai pada 5 menit kedua mengalami kematian total yaitu 5
nyamuk dalam keadaan mati. Selanjutnya untuk nyamuk pada gelas ketiga pada 5
menit keempat masih terdapat sisa 1 nyamuk dalam keadaan pinsan. Menurut dasar
teori Tiga Roda merupakan obat nyamuk bakar yang mengandung zat kimia berupa Metofletrin 0,005%. Metofletrin merupakan hormone tiruan analog dengan hormone juvenile, yang
berfungsi sebagai pengatur pertumbuhan dan pergantian kulit serangga (Insect growth hormone) pada larva nyamuk
atau serangga lain. Larvisida ini bersifat kurang stabil, oleh karena itu untuk
penggunaan dilapangan dibuat suatu formula yang bersifat slow release (terutai lambat). Pengaruh hormone tiruan ini terhadap
larva adalah menyebabkan perkembangan dan pematangan larva terhambat, sehingga
pembentukan pupa dihambat karena larvisida ini akan menekan kerja dari hormone
ekdison yang penting pada serangga untuk pergantian kulit. Lavirsida ini
dipasarkan dengan nama dagang altosid, berbentuk granula, pellet dan briket dan
sangat efektif digunakan untuk pengendalian larva Anopheles, Culex dan Aedes, tetapi tidak toksik terhadap
organisme bukan sasaran termasuk serangga lainnya.
Pada
percobaan keempat yang dilakukan oleh
kelompok empat dengan menggunakan obat
nyamuk merek Tiga Roda, terlihat bahwa nyamuk pada gelas pertama, kedua dan
gelas ketiga pada 5 menit pertama mengalami kematian total yaitu 5 nyamuk dalam
keadaan mati. Menurut dasar teori Domestos merupakan obat nyamuk bakar yang
mengandung zat kimia berupa D-alletrhin
0,30%. D-alletrhin merupakan Pyrethroid campuran, yang merupakan insektisida
kontak kuat yang menghasilkan “ a strong knock-down” cepat melawan hama-hama
rumah tangga. D-alletrhin memiliki efek yang sangat spesifik pada saraf
serangga sehingga hanya dalam jumlah kecil dapat bekerja dengan maksimal.
Selain itu keunggulan zat kimia D-alletrhin ini adalah bersifat repelen, tidak
berbau, toksisitas pada mamalia rendah sehingga aman untuk manusia, non
residual (untuk generasi pertama), residual untuk jangka panjang, kelarutan
dalam air rendah.
Pada
percobaan kelima yang dilakukan oleh kelompok lima dengan menggunakan obat
nyamuk merek Kingkong, terlihat bahwa nyamuk pada gelas pertama pada 5 menit
keempat masih tersisa 5 nyamuk dalam keadaan pinsan, untuk nyamuk pada gelas
kedua sampai pada 5 menit keempat masih tersisa 2 nyamuk dalam keadaan pinsan.
Selanjutnya untuk nyamuk pada gelas ketiga pada 5 menit pertama mengalami
kematian total yaitu 5 nyamuk dalam keadaan mati. Menurut dasar teori Kingkong merupakan obat
nyamuk bakar yang mengandung zat kimia berupa D-Alletrhrin
0,2%. D-alletrhin merupakan Pyrethroid campuran, yang merupakan insektisida
kontak kuat yang menghasilkan “ a strong knock-down” cepat melawan hama-hama
rumah tangga. D-alletrhin memiliki efek yang sangat spesifik pada saraf
serangga sehingga hanya dalam jumlah kecil dapat bekerja dengan maksimal. Selain
itu keunggulan zat kimia D-alletrhin ini adalah bersifat repelen, tidak berbau,
toksisitas pada mamalia rendah sehingga aman untuk manusia, non residual (untuk
generasi pertama), residual untuk jangka panjang, kelarutan dalam air rendah.
Pada
percobaan keenam yang dilakukan oleh kelompok enam dengan menggunakan obat nyamuk merek Nomos, terlihat
bahwa nyamuk pada gelas pertama dan kedua pada 5 menit keempat masih tersisa 1
nyamuk dalam keadaan pinsan. Sedangkan nyamuk pada gelas ketiga di 5 menit
keempat mengalami kematian total yaitu 5 nyamuk dalam keadaan mati. Menurut
dasar teori Nomos merupakan obat nyamuk
bakar yang mengandung zat kimia berupa D-alletrhin
0,30%. D-alletrhin merupakan Pyrethroid campuran, yang merupakan insektisida
kontak kuat yang menghasilkan “ a strong knock-down” cepat melawan hama-hama
rumah tangga. D-alletrhin memiliki efek yang sangat spesifik pada saraf
serangga sehingga hanya dalam jumlah kecil dapat bekerja dengan maksimal. Selain
itu keunggulan zat kimia D-alletrhin ini adalah bersifat repelen, tidak berbau,
toksisitas pada mamalia rendah sehingga aman untuk manusia, non residual (untuk
generasi pertama), residual untuk jangka panjang, kelarutan dalam air rendah.
Jika
dilihat dari hasil pengamatan dan dasar teori, maka dapat dilihat bahwa urutan
obat nyamuk yang dipandang paling ampuh berdasarkan tingkat toksisitasnya
terhadap nyamuk dan berdasarkan kandungan zat kimia yang ada di dalamnya adalah
obat nyamuk Domestos (zat aktif D-allitrhin), Nomos(zat aktif D-allitrhin),
Kingkong (zat aktif D-allitrhin), Vape (zat aktif Metofletrin), Tiga Roda (zat
aktif Metofletrin) dan Baygon (zat aktif Transflutrin).
Ketahanan nyamuk
terhadap suatu jenis atau beberapa jenis insektisida disebabkan oleh lebih dari
satu penyebab dan mekanisme ketahanan. Ada beberapa jenis nyamuk yang cepat
membentuk populasi yang resisten tetapi ada yang lambat, ada juga jenis-jenis
insektisida yang cepat menimbulkan reaksi ketahanan dari banyak jenis serangga.
Toksisitas
insektisida pada suatu spesies dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kadar senyawa
kimia insektisida tersebut pada tubuh spesies sasaran. Semakin kecil ukuran
tubuh suatu spesies, maka kadar senyawa kimia insektisida pada tubuh spesies
tersebut akan semakin tinggi, yang akan menyebabkan semakin meningkatnya toksisitas
dari insektisida tersebut.
Mekanisme resistensi suatu serangga terhadap insektisida dapat dibagi
menjadi 3 yaitu a)Peningkatan detoksifikasi (menjadi tidak beracun) insektisida
oleh karena bekerjanya enzim tertentu seperti enzim dehidroklorinase (terhadap
DDT), ensim mikrosomal oksidase (terhadap karbamat, OP, piretroid), glutation
transferase (terhadap OP), hidrolase dan esterase (terhadap OP). b) Penurunan kepekaan tempat sasaran insektisida pada tubuh
serangga seperti asetilkolinesterase (terhadap OP dan karbamat), sistem syaraf
(Kdr) seperti terhadap DDT dan piretroid. c) Penurunan laju penetrasi insektisida melalui kulit atau
integumentum seperti yang terjadi pada ketahanan terhadap kebanyakan
insektisida.
Resistensi nyamuk atau daya tahan nyamuk terhadap berbagi jenis insektisida
bergantung pada dua faktor, taitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor dalam
meliputi kondisi kekebalan tubuh nyamuk sendiri, semakin kuat daya kekebalan
tubuh nyamuk maka nyamuk tidak akan cepat mati. Selain itu bergantung pada
ukuran tubuh nyamuk dan jenis kelamin nyamuk. Semakin besar tubuh nyamuk maka
daya tahnnya akan semakin meningkat dan nyamuk jantan cenderung lebuh resisten
terhadap berbagai gangguan. Umur nyamuk juga menjadi faktor penentu daya tahan
nyamuk, semakin muda atau semakin tua maka daya tahan nyamuk terhadap
insektisida juga akan rendah, daya tahan insektisida akan meningkat jika umur
nyamuk pada kisaran remaja. Sedangkan untuk faktor luar yang mempengaruhi
adalah jenis obat nyamuk yang digunakan, semakin obat nyamuk mengandung zat
kimia yang memiliki kualitas toksik yang tinggi maka daya tahan nyamuk akan
rendah. Jumlah populasi nyamuk pada suatu area, jika populasi nyamuk semakin
banyak maka daya tahan nyamuk akan semakin rendah. Luas area tempat habitat
nyamuk dalam hal ini botol yang digunakan sebagai tempat uji daya tahan nyamuk,
semakin sempit area maka daya tahan nyamuk akan semakin rendah.
VII.PENUTUP
7.2
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
pembahasan dan tujuan praktikum maka, dapat disimpulkan bahwa daya tahan nyamuk
terhadap berbagai macam insektisida sangant bervariasi tergantung pada beberapa
faktor yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar meliputi luas habitat
nyamuk, jumlah populasi nyamuk dan jenis zat kimia yang terkandung didalam obat
nyamuk tersebut. Sedangkan faktor dalam meliputi umur nyamuk, sistem imun
nyamuk, ukuran nyamuk dan jenis kelamin nyamuk. Dari berbagai macam obat nyamuk
yang digunakan maka, urutan obat nyamuk yang
dipandang paling ampuh berdasarkan tingkat toksisitasnya terhadap nyamuk dan
berdasarkan kandungan zat kimia yang ada di dalamnya adalah obat nyamuk
Domestos (zat aktif D-allitrhin), Nomos(zat aktif D-allitrhin), Kingkong (zat
aktif D-allitrhin), Vape (zat aktif Metofletrin), Tiga Roda (zat aktif Metofletrin)
dan Baygon (zat aktif Transflutrin).
7.3
SARAN
Sebaiknya
disediakan bunssen lebih banyak sehingga setiap kelompok dapat menyalakan
kembali obat nyamuk bakar yang telah mati. Selain itu perlu ditentukan ukuran
botol yang digunakan, sehingga dalam setiap percobaan menggunakan ukuran botol
yang sama.
VIII.
DAFTAR
PUSTAKA
Baskoro AD,
Sudjari, Rahajoe S dkk, 2006. Buku Ajar Parasitologi Arthropoda. Malang
: Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Gandahusada,
Srisasi. et al. 1998. Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Gubler, DJ. 1997.
Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Hadi KU, Soviana
S, 2000. Ektoparasit: Pengenalan , Diagnosis dan Pengendaliannya. Bogor:
Laboratorium Entomologi Bagian Parasitologi & Patologi Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Ishar,
Tadiati Kartika. 2005. Resistensi Serangga Terhadap DDT. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 3
No 5. Surabaya.
Lee HL. 1990. A rapid biochemical method for detection of
insecticide resistance due to elevated esterase activity in Culex
Quinquetasciatus.
North Dakota
State University. 1991. Mosquitos.
http: //www. ext. nodak. edu/ extpubs/ ansci/horse/eb55-2.htm .
Ratna.
2007. Insektisida Botani .Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Zulhasril. 2000. Insektisida untuk pengendalian artropoda yang perlu di ketahui. Dalam:
Parasitologi Kedokteran, Edisi ketiga. Ganda husada S, Ilahude HD, Pribadi W,
eds. Jakarta:Balai
Penerbit FKUI.
manfaat sekali yhanks kak :)
BalasHapusLengkap sekali kak , terima kasiih :)
BalasHapusMakasih infonya, tapi textnya banyak yang diulang-ulang ya.
BalasHapusSehingga saya ga sampe habis bacanya udah males duluan.
Btw nice info.
Cara ampuh membunuh jentik nyamuk bisa anda baca ......!!!
BalasHapus